Sabtu, 10 Januari 2009

Do'aku Smoga Kalian Selamat...

Pada tahun 1997 an saya bekerja pada Perusahan Jepang di wilayah Cilegon. Suatu malam kira-kira jam 9 an sehabis makan malam, saya bersama seorang rekan kerja pulang naik angkot ke arah Merak untuk kembali ke Mes Perusahaan tempat kami tinggal. Di depan persimpangan
Polres Cilegon, angkot yang kami tumpangi di stop oleh seorang Bapak yang sedang menggendong anak umur 2 tahunan sambil menuntun 2 orang anak lainnya kira-kira usia 5 dan 7 tahun semuanya anak perempuan. Penampilan semuanya sangat lusuh, anak terkecil tidak pakai sandal sedang yang lainnya pakai sandal jepit yang sudah kotor.

Ketika angkot berhenti Bapak tsb tidak langsung naik tetapi melongok ke sopir sambil memperlihatkan berapa jumlah uang yang dia miliki, saya yang duduk dibelakang sopir melihat kejadian itu walaupun tidak tahu pasti berapa banyak uang recehan 100 rupiaan yang dia tunjukkan ke sopir, perkiraan saya sekitar Rp 600, padahal normalnya satu orang harus bayar minimal Rp 1000. Bapak tsb minta izin ke sopir untuk naik angkot walaupun dengan ongkos seadanya. Melihat uang kurang, sopir tidak memperkenankan Bapak itu naik dan hendak maju lagi, saya terperanjat dan berteriak Stop-stop... langsung bilang sama sopir, tolong Bapak dan anaknya dibawa, biar saya yang bayar ongkosnya.

Sambil masuk mobil, Bapak tadi mengucapkan terimakasih, lalu duduk di dekat pintu sambil menggendong 2 anak karena yang satunya saya gendong, selanjutnya dia hanya tertunduk mungkin malu sama penumpang lain yang kebetulan memang angkot sudah terisi penuh. Menyaksikan semua itu saya bergetar, dan naluri saya berkata orang ini pasti sedang membutuhkan pertolongan. Dalam perjalanan saya coba tanya dengan nada simpati, malam-malam begini Bapak mau pergi kemana? Dia jawab: saya mau pergi ke Pasar merak. Kok malam-malam, emang Bapak mau belanja apa? Jawabnya : Bukan, saya mau cari truk sayur, rencananya saya ingin menumpang truk untuk pulang kampung ke Sukabumi.

Mendengar jawaban itu saya tersedak, hati bergetar, air mata saya bercucuran, bukan hanya karena saya keturunan dari Sukabumi tapi bagaimana membayangkan kalau itu anak balita saya yang harus naik truk dari Merak ke Sukabumi, malam-malam lagi. Selanjutnya saya bertaruh pasti keluarga ini belum makan... dan ternyata betul.... Ya Alloh, tak mungkin saya membiarkan keluarga ini dengan perut kosong naik truk pulang ke Sukabumi sementara saya tidur dengan perut kekenyangan. Singkat cerita saya ajak keluarga Bapak itu ke tempat saya, lalu saya hidangkan makanan yang saya miliki agar dia bisa makan, saya berikan obat-obatan ringan dan bekal biskuit serta mie instan. Selanjutnya saya antar dia naik angkot ke Merak dan tak lupa dititipi uang untuk beli tiket bis lebih dari cukup.

Anehnya, sekembali saya ngantar keluarga Bapak itu, rekan kerja saya yang sejak awal menemani saya berkata, kamu sebaiknya hati-hati nemuin orang seperti itu, jangan terlalu baik, siapa tahu dia itu seorang penipu, pura-pura gak punya uang dan memanfaatkan anak kecil untuk menarik iba orang lain. Saya jawab dengan mantap, kalau pun dia itu menipu saya, saya ikhlas... uang atau barang yang saya kasihkan tidak seberapa, lebih baik ditipu daripada harus membiarkan orang kelaparan di depan saya tanpa berbuat apapun... kita kembalikan saja kepada Alloh Swt. Saya tidak menyalahkan sikap kawan saya yang acuh tak acuh terhadap penderitaan orang, tapi kebanayakan para penipu masuk lewat cara seperti itu.

Terakhir, saya ingin mengucapkan terimakasih buat doa Bapak sekeluarga yang mungkin selama perjalanan pulang ke Sukabumi mendoakan kebaikan untuk saya. Sekarang saya dan anak istri tinggal di Jepang mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah sampai Doktor. Smoga Bapak sekeluarga samapai Sukabumi dengan selamat...Pesan saya buat semua orang... selalu berbuat baik... karena Alloh Maha Kaya, Dia akan memberikan kebaikan dari arah yang tidak kita duga.

Subhanalloh wabihamdihi.

Sumber :millist & friend

Tidak ada komentar: